Assalamualaikum wr.wb teman teman..
Wa fauqa kulla dzi
ilmiin aliim.. ( dan
diatas orang-orang yang berilmu ada yang
lebih berilmu; gampangnya, dalam mengartikan secara awur2an adalah, diatas
langit masih ada langit, so dont be soo proud of you...)
Well, there’s a saying,
Belajar
mengendalikan diri sendiri sesuai dengan
arah yang anda pilih membuahkan kemenangan dan menjadikan anda majikan bagi
diri anda sendiri.
Bagi teman2 yang
merasa bosan dengan jalan hidup dan berfikir yang gitu2 aja, putus asa dan
kecewa atas sesuatu, ada baiknya tulisan ini dilanjutkan untuk dibaca, dan bagi teman2 yang merasa puas dengan apa yang
ada, dan berkeyakinan bahwa tulisan ini
hanya akan menjadi omong
kosong belaka, silahkan jangan
lagi perlu membaca sama sekali tulisan
ini selamanya dalam hidup anda.
Teman2 yang merasa kecewa, saya sampaikan bahwa rasa kecewa
itu wajar dan terkadang baik untuk anda miliki, yang jelas, anda memberikan
makna pada semua hal dalam kehidupan, positif, negatif, itu semua tidak begitu
saja tertanam, anda memiliki kendali penuh, bahkan untuk memilih makna2 yang
membawa manfaat positif bagi teman2.
Misalnya dalam meyikapi nilai yang teman2 dapat dalam ujian
atau sejenisnya, kita menafsirkan bahwa nilai “C, D atau E adalah buruk,
artinya saya adalah orang yang gagal,
dan kegagalan adalah hal yang buruk dan identik dengan kepedihan, kegalauan dan
yang pasti, kekecewaan, apalagi jika nilai itu tidak sebanding dengan
perjuangan kita sebelumnya,” label ini kemudian sering diterjemahkan menjadi, “kegagalan
itu buruk, karena itu jika aku gagal,
maka aku pasti orang yang buruk!.”
Jujur, saya orang yang cukup sensitif dengan nilai (mark), nilai itu sama sekali tidak
mencerminkan kita!. Sama sekali tidak, kebahagiaan bagi saya, adalah bagaimana
kita menyikapi hidup, karena bagi saya, pilihan terbesar yang akan pernah saya
buat dalam hidup adalah cara kita menyikapi hidup!, jadi bagi temen2, jadilah pribadi yang menjadi
majikan bagi diri sendiri, karena orang
yang menjadi majikan atas diri sendiri dapat mengakhiri penderitaan
semudah ia menciptakan kebahagiaan. so
sebenarnya tidak pernah ada yang namanya determenisme,
yang ada hanyah pengaruh!. Thus, bagi saya, saya sarankan bagi teman2; menjadi
“tuli” itu terkadang baik.
Seperti dikisahkan dalam hikayat dunia kodok, ada sekelompok
kodok yang akan memanjat menara yang tinggiiiiii sekali, dalam sebuah kompetisi
“panjat-memanjat menara yang tinggi”. Kodok2 disekitar kompetisi yang melihat ketinggian menara, sudah putus
asa, berceloteh bahwa, “wah, tinggi
sekali menaranya, tidak mungkin
sepertinya peserta ini dapat mencapai puncak, “
“wah sangat susah pasti mencapainya, liyat tuh, ujungnya
tidak terlihat!”
(di forward--zrrrreeeet)
Dan taukah teman2 akhirnya setelah kompetisi bejalan, para
peserta berguguran satu persatu, kecuali satu yang menjadi pemenang, dialah
kodok yang TULI!. Ketika ditanya kenapa bisa berhasil, katanya dia bahkan tidak
mendengar keluhan dari peserta dan lingkungan sekitar yang secara
langsung-tidak langsung menjatuhkan semuanya.
Itulah betapa besarnya pengaruh sekitar kita dalam penentukan
sikap dan pandangan kita terhadap sesuatu, untuk itu, biasakanlah memilih
pengaruh yang memberi manfaat positif bagi anda, betapapun, tidak bisa
dipungkiri bahwa kita adalah hasil akulturasi budaya lingkungan sekitar, kita
dibentuk oleh lingkungan kita. Jadi ketika sebuah keyakinan tidak lagi berguna
bagi anda, maka sudah sepantasnya ia untuk ditinggalkan. Ingatlah bahwa, you r
what do u think, you r the only owner of yourself!.
Penguasaan diri adalah sumber dari semua kekuatan dan kebebasan sejati.
Saya terkadang geli ketika kita, sadar ataupun tidak,
memaksakan diri kita sendiri pada suatu hal, tanpa sedikitpun memberikan
pemahaman yang proporsional bagi diri kita sendiri. Memaksakan kata HARUS dalam
berbagai bentuk, harus belajar, harus masak, harus sholat, harus mandi, bla bla
bla.. bukannya saya mendukung anda untuk tidak belajar, masak, sholat dan
mandi,. Tapi yang jelas begini,
paradigma ini perlu kita koreksi lagi, saya cenderung orang yang negosiatif
terhadap diri saya sendiri, belajar melayani diri sendiri dengan adil, yang
akhirnya, saya kemudian dapat memunculkan karakter lain dalam diri saya,
misalnya kakak saya—yang saya tidak pernah punya—yang kemudian menuntut hak dan
kewajiban itu dengan alasan yang logis dalam bentuk, mungkin menasihati atau
menegur saya ketika berbuat sesuatu yang merugikan diri sendiri, dan jelas
orang lain,.
Misalnya dalam hal belajar, kenapa HARUS belajar? : yuk mari
kita belajar menghapus kata “HARUS”!
1.
Kalau
aku tidak belajar, nanti pasti pas ada
ujian susah mengerjakan, dan akhirnya saya tidak suka itu(berlama2 di ruang
ujian),
2.
Kalau
nanti susah mengerjakan, pasti nilai ujian jelek (tanpa nyontek lho ya),
3.
Kalau
nilai ujian jelek ntar kuliahnya lama, g lulus2..
4.
Kalau
lama lulusnya, lama dapat kerja yang mapan, lama dapat penghasilan tetap.
5.
Kalau
belum dapat income, nyari istri juga g gampang (tau sendiri lah, wanita.. :D)
Kesimpulannya :
Aku lebih suka belajar daripada susah dapet istri. (hahaha J)
Karna prinsipnya, mau yang terbaik?
Maka bercermin lagi, kita, cocok tidak dipilih bagi “yang terbaik itu?” (lho2
kok mbahas istri2 malah).
Kenapa kita harus gagal ?, rasanya begitulah judul itu membuat saya kadang tertawa sendiri, kenapa kita harus turun dulu dari puncak? Secara singkat, mari perhatikan gambar buatan saya ini (hha) ;
Sebuah burung yang terbang tinggi hendak mencari makan, akan
melewati kabut yang tebal, maka berdasarkan insting yang diberikan tuhan yang
maha pemurah dan pengasih terhadap siapapun ciptaannya, maka burung tersebut
terbang melambat dan turun perlahan, hal ini dapat dimengerti sebagai, tidak
mungkin tuhan yang maha pemurah dan pengasih itu akan menabrakkan hambanya (
karen burung juga hambaNya) pada tebing yang tinggi itu, maka burung tersebut
“diarahkan” .–jangan meremehkan kuasa tuhan dalam hal ini—begitu pula dengan
kita sebagai manusia dalam menghadapi banyak persoalan hidup, diuji, dihukum
dan lain sebagainya, terkadang kita “diarahkan” untuk turun, gagal terlebih
dulu, karna tuhan yang maha tahu, faham bahwa itu yang terbaik bagi kita,
percayalah!. Seringnya kita malah, kebaik-hatian tuhan ini kita salah artikan,
kita eksekusi sebagai ketidak-adilan tuhan, padahal?, apa tahunya kita?!.
Mengeluh, menyalahkan bahkan putus asa akan nikmat tuhan,
gara-gara kebodohan kita dalam menilai dan menyikapi hidup. Jadi renungkan
kawan,.. kadang kita ini terlalu ceroboh dalam kehati-hatian kita. Sadar
ataupun tidak, yang seperti ini kadang terlewatkan oleh kita.
Itulah yang yang mungkin menjadi jawaban kecil dari
pertanyaan Why we should go down?!.
Pokoknya gini aja deh, itu semua kembali pada temen2, mari
kita pakai hak istimewa kita untuk berkehendak, memilih, dan berbuat(free will, act, n choice) dengan
tanggungjawab dan sebaik2nya,.. (padahal udah capek nulisnya, g tahan mau
ngegame lagi) hahaha..
Fauzisar el- Lambunjiy, 1-2 februari 2012.
lebih baik diasingkan,
daripada mati dalam kemunafikan!.