Assalamualaikum... salam sejahtera sob..
Minggu ini gue dapet sosok guru yang mengagumkan. , dosen
ding, jarang2 ada dosen kaya begitu lho,
, . ckckc. Baeeeek... baget. Dosen Matdas 2, Bu Nurhanurawati. Sangking baeknya ni, temen yang belum bisa ngerjain
soal integral tu, diajarin di depan, pelan-pelan banget dengan telaten dia ngajarin kaya kembali di SMA
rasa2nya dah, ckckc.. merasa kagum dengan tingkah si dosen ini, akhirnya gue
berinisiatip buat nulis ni tulisan (ape hubungannye?)..
Awalnnya begini, gue lagi ol-an di tengah kuliahnya dia(dan
ini biasanya gue lakukan di setiap mata kuliah yang “aman” menurut gue), so,
selalu, singgasana tempat gue duduk selalu di belakang, Cuma kadang2 aja di
depan, kalo kepaksa, ya, buat gue itu cukup idealis buwat gue, kenapa? . Karena
gue pikir di duduk depan tu cakupan pandangannya g luas, coba lo bayangin pas
lo tanya, dan lo ada di depan, maka orang di belakang lo akan otomatis udah
bisa ngelihat lo, tapi laen cerita kalok lo di belakang, orang2 di depan lo
akan nengok ke arah lo, dan gue suka itu.hahaha. .
Ya, gue lagi ol dan lagi banyak bahasan di banyak surat
kabar online, banyak kasus suicede alias
bunuh diri belakangan ini. Aneh?. Tidak-sama-sekali. ini fenomena lama. Ah.. lagu
lama, depresi,à bunuh diri. tersinggungà bunuh diri. diejekà bunuh diri. g bisa
bayar utangà
bunuh diri. bahkan yang paling parah nih, telat kuliah, diusir dosenà bunuh diri. dst dst. banyak faktornya, ada yang karena
faktor genetik (nah gue baru tau ni, sumpah, ternyata ada gen2 dalam diri kita
yang kita bawa dari nyeprot lahiran,
“ngajak” kita untuk bunuh diri), masalah sekolah, masalah keluarga, keuangan,
sosial yang pokoknya banyak menimbulkan depresi atau menimbulkan tekanan-tekanan
tertentu yang membawa kita ke arah gerbang bunuh diri. Nah, takutnya gue nih,
ntar, orang yang mau bunuh diri (kan lagi nge-trend ni) alasannya Cuma satu...
apa?. ISENG. Iya gue ntar tanya “men, ngapain lo mau bunuh diri?” (ceritanya ni
si Emen gagal bunuh diri gara2 kepleset, dan malah nyonyor bibirnya nyium kursi,
g jadi deh. Karena die pikir gak keren mati dalam keadaan ndoer,..haha)
“g men, gue iseng aja, pengen tau, gimana sih rasanya orang
bunuh diri?. Katanya kan lagi trend.”(masa gue dipanggil “men“ juga)
“nah parah ni anak.” Ujar gue dalem hati.
Awalnya gue kagum, beneran lho, orang bunuh diri itu gue
pikir ‘keren’ , lho gimana enggak, mereka berani menempuh jalan yang mereka belum tau
jalan yang akan mereka tempuh, “setelah mati, gue kemana?” surga?, Neraka?, reinkarnasi?,
itu semua kan jalan yang belum kita tau secara real, belon bisa kita nalar
lewat penjelasan ilmiah. Dan orang yang bunuh diri ini berani melibas itu
semua, menerjang jalan yang masih abu2, die aja g tau mau kemana
setelah itu, coba bandingin ma jalan hidup yang asih pasti2 aja, . .
artinya, mereka berani mati tapi, kenapa gak berani untuk hidup?. Padahal hidup kan
punya peraturan yg jelas. Kenapa mereka malah memilih ketidakjelasan?
Bayak orang yang bunuh diri sebenarnya hanya ingin
menyelesaikan masalahnya, kata2 seperti “gue udah gak tahan lagi!” dan
kawan2nya, jadi sebenarnya mencerminkan bahwa dia pengen lepas dari masalah
ini, tapi entah karena apa jalan bunuh diri yang terlintas dipikirannya. Banyak
penelitian dari para psikolog hanya dapat menjawab pertanyaan alasan mengapa si
A bunuh diri, apa motifnya dsb. Tapi belum menyentuh pada pernyataan kenapa
“pikiran” bunuh diri itu bisa-bisanya terlintas di pikiran si A tadi, karena bisa
saja si A ini bunuh diri padahal hari sebelumnya dia sangat ceria sekali dan sama sekali tidak mengindikasikan dia akan
bunuh diri. Jadi penjelasan para psikolog belum bisa menjawab “bagaimana kita
bisa membedakan si A akan bunuh diri ketimbang si B?”. Dengan kondisi yang saya
terangkan diatas.
Saya gambarkan orang dalam posisi “hampir-hampir” bunuh diri,
seperti garis bilangan. Posisinya sedang terkena masalah, dalam posisi -9
(karena dia down, juga rugi), maka dengan munculnya itikad untuk bunuh diri ia
berharap nilainya akan kembali pada angka 0 yang justru lebih baik dari -9,
kalaupun bertambah menjadi -10 maka ia sudah sama sekali tidak merasakannya
(karena die bakal mati. #catatan : kalo rencana bunuh dirnya gak gagal), karena
beranggapan bahwa kisah hidupnya, ibarat film dalam televisi, ketiika tombol
off sudah di pencet, hilang sudah lanjutan film itu, seburuk apapun kondisi
yang menerpa pemain utamanya, itu sebenarnya mungkin yang dipikirkan orang yang
hendak bunuh diri. Tapi harus kita sadari bahwa hidup bukanlah garis bilangan
ataupun film dalam televisi, tidak bisa sesederhana itu (it’s not that simple),
bagi saya ketika saya menemui masalah, saya mengibaratkannya sebagai
cucuian; piring, baju DLSB. Semakin
banyak masalah yang ada, semakin lama kita menundanya, maka masalah akan
datang(ini tidak bisa dipungkiri) terus menerus dan akan menumpuk, layaknya
cucian gue(balik lagi ke Gue2 an. :D) lantas akan semakin bau, bau dan bau
berkali-kali hehehe..
Jadi, intinya, bagaimana kita dealing with this situation?, bagaimana mencegahnya (tentu saja,
karena korban bunuh diri tidak bisa diobati), saya akan coba berfikir dulu,
tunggu di tulisan saya selanjutnya y... g, bercanda, soalnya gini sob, masalah
ilmu dari psikologi belum bisa menyelesaikan kasus (kalo gue si, ini gue anggap
kasus) ini, kenyataannya sob, dunia psikolog secara halus me-monggo-kan orang
yang mau bunuh diri kalau itu yang mereka mau,(parah kan?) dan berfikir itu
lebih baik bagi calon bunuh diri yang selanjutnya disebut CABURI, yang jelas
kita harus mengidentifikasi dulu “kenapa mereka bunuh diri?”, kemudian baru,
saya akan membahas alam kematian yang
banyak dilupakan orang, karena pada dasarnya, agama ‘agaknya’ dijauhi
untuk menjadi rujukan menjawab pertanyaan “kemana kita setelah mati?” karena
masalah objektifitas(katanya). Berikut saya kutip pernyataan yang bagus
berkaitan dengan tulisan saya ini :
“Mereka lupa atau pura
pura bodoh bahwa alam sesudah mati tidak mungkin diteliti dengan menggunakan
metoda ilmiah melalui eksperimen dan pembuktian. Padahal mereka tahu bahwa
dalam banyak hal eksperimen hanya menempati porsi yang sangat kecil dalam
pembuktian ilmiah. Yang paling banyak dipakai dalam menyusun sebuah teori
ilmiah adalah justru logika, analogi, dan argumentasi.
Kesalahan yang paling
tidak mereka sadari adalah ketika mereka menerima data atau informasi hanya
dari hasil eksperimen. Padahal sangat banyak sumber data lain yang bisa diolah
untuk memperkuat teori yang akan dibangun.
Informasi mengenai
kematian hanya terdapat dalam buku buku agama. Beberapa Ilmuwan secara arif
memasukkan informasi dari buku agama tersebut sebagai sumber tambahan ataupun
sebagai pembanding. Karena eksperimen
tak bisa dilakukan maka dalam masalah alam kematian ini, sumber informasi dari
buku agama tersebut bukan lagi berfungsi sebagai bahan tambahan ataupun
pembanding melainkan menjadi sumber informasi utama.
Tetapi bukankah buku
agama itu banyak macamnya dan memberikan informasi yang satu sama lain berbeda?
Memang benar banyak
orang meninggalkan sumber agama karena alasan itu, tetapi Tuhan menciptakan
manusia dilengkapi dengan akal pikiran. Dan beberapa orang yang berfikir lebih
cepat segera menggunakan akal pikiran tersebut untuk meneliti semua naskah
agama yang saling berbeda itu.
Penelitian yang
dilakukan adalah mengenai Otentisitas, Originalitas naskah / buku agama
tersebut kemudian menyimpulkan argumentasi terbaik yang diberikan buku buku
agama tersebut. Beberapa penelitian yang dilakukan mengerucut pada tiga kitab
suci terbesar yaitu Taurat, Bible dan Al Quran. Dan dalam banyak penelitian dan
diskusi pemikiran yang berkembang adalah bahwa dari ketiganya yang paling bisa
dijadikan pegangan adalah Quran. Meskipun bukan berarti Taurat dan Bible tidak
memuat informasi yang dibutuhkan. Namun dari segi konsistensi logika,
kesesuaian dengan sains modern serta keaslian teks memang diakui bahwa Al Quran
menempati urutan pertama.
Dan inilah hasilnya:
Bunuh Diri = Berpindah
Menuju Kondisi Yang Jauh Lebih Berat Dan Lebih Panjang Masanya
Ketika orang
mengetahui bahwa bunuh diri bukan berarti off sebagaimana televisi maka dia
akan bertanya lebih lanjut,"Lantas apa yang dialami manusia setelah
mati?"
Orang mati akan hidup
di alam kubur sampai hari menghadap Tuhan yang menciptakan manusia. Orang yang
mengikuti aturan aturan Tuhan dalam Quran pasti mendapati hidup yang baik pasca
kematiannya, dan orang yang melupakan Tuhannya pasti mendapatkan kesengsaraan
berlipat lipat dalam waktu yang lama baik di alam kubur maupun di neraka.
Bunuh diri berarti
berpindah dari alam dunia yang masih bisa kita perbaiki ke alam yang di
dalamnya tidak lagi ada waktu untuk bertobat memperbaiki diri.
Bunuh diri berarti
membuang kesempatan umur untuk memperbaiki diri (bertobat) yang masih diberikan
tuhan
Alam kubur dan neraka
adalah tempat paling buruk yang menyengsarakan tanpa bisa diperbaiki.
Seperti itulah yang
diinformasikan oleh Al Quran mengenai hidup sesudah mati
Jika pengertian ini
dipahami oleh setiap orang maka tidak akan mungkin muncul keinginan untuk mati.
Orang akan berpikir,... setidaknya selama masih hidup kita masih punya
kesempatan untuk memperbaiki diri. sebab kalau sudah mati kesempatan itu tak
ada lagi. Seberat apapun kondisi seseorang di dunia, itu masih lebih baik
ketimbang mati karena di dunia masih ada kesempatan untuk berubah menjadi lebih
baik. Bagi yang sudah baik bisa lebih baik lagi, bagi yang belum baik bisa
berubah menjadi baik.
Dalam Quran Allah
menyediakan ampunan bagi siapa saja yang mau memohon ampun dan memperbaiki
diri. tidak peduli seberapapun besarnya kesalahan orang itu.
Jadi tidak perduli siapa anda, berapa umur anda dan berapa
banyak anak yang anda punya(lho), kalau masih terlintas pikiran2 “jorok” untuk bunuh diri, maka
segeralah......
Segerakanlah, untuk bertobat dan berkeyakinana untuk memperbaiki semua
kesalahan kalian, ingat pesan saya tentang cucian, eh.. maksud saya tentang
tidak ada sakit yang tidak ada obatnya, tidak ada masalah yang tidak ada
penyelesaiannya titik( O, maksud saya) (.)
Wassalamualaikum.
Sekian, dan terima kasih.