Wednesday, March 28, 2012

Pembelajaran Berbasis Ceria (PeBeCe)


Assalamualakium..
Saya sampaikan pada teman2 bahwa saya bukan anggota MLM jalur dan koloni manapun,. Aneh terkadang teman2 dalam menilai seseorang dari tingkah laku dan penampilannya. Belum tentu kata saya, seseorang yang berlaku seperti seorang yang kaya, padahal dia miskin, rentan miskin mungkin lebih tepatnya. Saya contohnya, hahaha.
Say cukup heran dengan proses pembelajaran kita, seolah menafikan peran cinta dan keceriaan didalamnya. Apapun alasannya, yang jelas hari ini saya mengamati bahwa teman-teman sangat aneh, maksud saya ketika tidak ada dosen (tidak ada pelajaran) atau ada dosen, (dan temen2 menganggap dosen tersebut “tidak  berbahaya”, dan saya lihat temen2 “mengacuhkannya”.) teman2 bercanda ria gembira tak terkira. Nyanyi ngalor ngidul, sampai speaker laptop saya tenggelam dalam riuh heboh dunia kalian, maka dunia kalian mengalihkan sejenak dunia saya. Nah, sedang ketika ada dosen yang temen2 anggap “berbahaya”, justru seringnya tenggelam, sama juga tenggelam, tapi dalam kesunyian. Tak ayal yang keluar dari air muka teman2 adalah muka2 susah, saya malah jadi inget lagunya Taylor Swift, mbak saya.. “life make love look hard...” – ours. Tapi liriknya di pleset2kan menjadi “math makes life look hard.. stake’s are high.. “ nah begitulah yang akan saya koreksi, saya manusia biasa pula yang bisa salah, jadi ingatkan saya ketika setelah ini yang saya sampaikan adalah kesalahan. Yang jelas begini, entahlah alasannya “menempatkan sesuatu pada tempatnya”, atau yang lain, saya tidak sangat perduli (tadinya mau bilang bodo’ amat).
Faktanya  bahwa hanya dengan senyuman, memberikan mood yang baik, artinya berhusnuzon dengan apa yang kita hadapi, akan memperbaiki semuanya. Yang paling rasional adalah penelitian yang mengejutkan bahwa dengan mengunyah permen karet, hasil ujian yang didapat lebih baik.  Artinya apa?, ke-enjoy-an kita dalam menghadapi sesuatu, terutama yang dianggap berat, sangat mempengaruhi hasil dari kita dalam mengerjakannya. Hal iini dibenarkan oleh ilmu psikologi bahwa kita memberi “label-label” pada segala sesuatu, seperti apa kata saya sebelumnya, baik buruk, sulit mudah, kaya miskin, dst dst. Oleh karena itu pilihlah label yang baik bagi anda. Intinya sesulit apapun masalah menghampiri.. hadapilah dengan senyuman.

Sunday, March 25, 2012

pesawat-pesawat kertas


Pesawat-pesawat Kertas
“Daaaaaakk..!” potongan rotan sepanjang hasta menumbuk meja panjang di sudut ruangan.
“Kamu tau salah kamu apa?” bukan hanya bertanya, ustad bagian Kedisiplinan Santri angkat suara.
Afwan1 Us, Saya hanya diminta ke kantor setelah istirahat siang, ana2 tidak merasa bersalah.”
Mendengar jawaban Janggan yang begitu enteng, bagi ustad dengan julukan “cubitan maut”, ini adalah tabuhan genderang perang.
“Astaghfirullah!, lihatlah, halaman sekolah penuh dengan pesawat-pesawatanmu!. Satu, kamu mubadzir kertas. Dua, merusak keindahan dan kebersihan. Tiga kamu bahkan belum membayar SPP-mu tiga bulan terakhir!” kata-katanya mulai kering dan cepat, tanda kesabarannya mulai habis.
 Afwan Us, Satu, kertas yang ana pakai sudah kertas yang bahkan sudah tidak ada ruang untuk mencoret-coret rumus dan hitungan ana disana. Dua, buat apa petugas kebersihan kita dipekerjakan, dan tiga...”
“Braaaaak!” meja di sudut ruangan kembali bergetar, kali ini lebih keras.
“Apa maumu waladii3!?”  terlihat sekali ia menahannya, sadar santri yang satu ini ujian baginya.
“Dan tiga, kenapa masalah SPP antum4 ungkit Us?, insyallah sampai kasur kapuk nenek laku Us, ana akan mencicilnya.” Janggan masih berusaha melanjutkan.
Ustad, menghela nafas, ujian kesabaran kali ini tampaknya begitu berat, tidak ada bahkan satu pun dalam dua dasawarsa selama ia mengabdikan dirinya di pesanten ini yang berani berkata sejauh ini padanya. Keterlaluan.
“Pilih hukumanmu waladii!” cukup demokratis dalam kemarahannya di siang itu.
Betapapun demokratisnya ustad, pilihannya hanya dua, cubitan mautnya yang mungkin bekas kehitaman di dada baru hilang empat-lima hari setelahnya, dan inilah yang disebut neraka jahanam dalam tiga-empat detik saja, dan siksa kubur setelahnya, atau rotan panas yang akan mendarat di betis entah dengan gaya dan kecepatan yang masih misteri bagi kami, yang kurang lebih rasanya akan sejenis dengan cobaan diatas.
Bagi kami sebuah tindakan demokratis itu adalah penganiayaan batin, sadis dalam bingkai demokratis.
Ana akan lari keliling lapangan lima putaran Us.” Pilihan cerdas!.
“Tidak perlu jauh-jauh, keliling lapangan basket saja”
“Dengan jalan jongkok!.”
Tidak ada pilihan lain, dan tak ada tawaran lain.
***
Matahari mulai tergelincir menjemput senja, semilir angin laut pantai selatan berhembus tipis, menguapkan aroma garam yang kian tajam setelah empat jam lalu gerimis mencelup kota tua ini, puluhan pesawat-pesawat kertas ditanah diterbangkan punggung angin senja itu, membelah halaman sekolah yang kian kering disapu debu musim kemarau, suara daun kering yang diinjak menemani satu putaran terakhir cobaannya, Janggan hanya bisa nerimo5, kosa kata yang terdengar begitu menyedihkan terkadang, membuat perdebatan yang lebih panjang dengan ustad hanya akan memperparah cobaannya kali ini.
Udara begitu kering, gerimis barusan bahkan sudah tak ada bekasnya. Beginilah cuaca belakangan ini, tak pernah berdamai untuk kiranya dapat diprediksi apa yang kan direncanaknnya.
“Teng-teng-teng.. “ silinder besi yang bergetar memekikkan suara basah nan indah di tengan musim kemarau yang kami sebut bel sekolah membujuk ustad-ustad pengajar untuk menghentikan pelajaran dan pulang. Santri-santri mulai berkemas untuk kembali ke asrama masing-masing, pesantren yang berkubang ditengah hiruk kota tua ini selalu terlihat aneh bersanding dengan kemajuan-kemajuan yang ada. Terkesan tradisionil namun tegas membelah arus.
Di kota tua ini, semua bangunan tua mulai menguning dicampakkan usia, membisikkan aroma tertentu yang kami sebut istimewa. Di lantai kedua gedung peninggalan Belanda, ustad “Cubitan Maut” masih melempar pandangan pada Janggan yang baru saja menyelesaian putaran terakhir. Kweek School, sekolah tua. Ya, tua sekali. Semua santri dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul dengan niat masing-masing, ada yang dipaksa orang tua, kemauan sendiri atau sedikit yang seperti Janggan, diundang untuk bersekolah. Bahkan ia belum sempat memilih niatnya.
Janggan hanya berjalan berteman bayangnya sendiri, sudah terlalu sore dari jam sekolah biasanya. Membelah bisingnya kendaraan yang menunggu lampu hijau, menyebrangi perempatan dan segera belok kiri dan menusuri gang-gang sempit kota tua ini. Jangankan tekanan dari cobaan barusan, sepanjang jalan, Ia hanya memandangi puluhan tumpukan pesawat-pesawat kertas dengan berbagai model yang ia harus pungut dari halaman sekolah, tentu saja, tidak pernah ada yang memerintahnya. Janggan berkali-kali mengamatinya, yang ada dalam benaknya hanya bagaimana mungkin pesawat ini bisa terbang, bagaimana mungkin pesawat asli dengan berat berton-ton, dinaiki ratusan penumpang bisa mengudara. Bagaimana mungkin hukum Bernoulli6 dapat diterapkan, kenapa tekanan bawah sayap ada hubungannya dengan kecepatan angin, dapat mengangkat berat pesawat.  Semuanya hanya berhenti pada penjelasan perpustakaan sekolah yang sempit itu. Toh, ia tak pernah merasa puas.
Pesawat-pesawat kertas di tangan rencananya akan menjadi eksperimen asyik selanjutnya, lantai tiga asramanya sudah sangat cukup untuk menerbangkannya kebawah. Mungkin beberapa tekanan dan cobaan dari ustadnya sedikit menghambatnya, namun rasa ingin tahunya melebihi apapun, meletup-letup menekan segala penjuru beranda otaknya.
Tidak perlu ada paksaan sama sekali untuk menyukai bidang ini, hanya ingin taunya yang tak terbatas, yang ia temui malah tekanan dari luar. Ya, bahkan ia tak pernah tau kalau pendidikan di negaranya “memaksa” anak-anak sepertinya mempelajari sekian banyak pelajaran dengan materi yang luas dan abstrak, tak pernah sesuai dengan kebutuhan anak-anak seumurannya. Yang ia tahu hanyalah, ada banyak pelajaran: Tahfidz7, Ilmu Hisab, Geografi, Sejarah, dan ia harus mendapat nilai baik disemua pelajaran. Naik kelas lalu lulus UN. Selesai.
Langkahnya terhenti di depan gerbang sekolah nasrani yang tak begitu jauh dari bibir jalan raya, ia ingat ada komputer yang terhubung dengan internet di serambi depan kelas-kelas yang membujur melingkari halaman, sekedar mampir dan mencari informasi tidak akan dipungut biaya, tentu saja ia segera meminta izin Satpam dan mencari jawaban pertanyaan yang setiap malam mengganggu tidurnya.
Senja sudah betul-betul keemasan, nalurinya mengajak segera kembali ke asrama, mungkin teman-temannya sudah sibuk berpatut dengan baju koko putih menenteng Al-Qur’an di dadanya, atau sebagian masih berada di depan kamar mandi yang berbaris begitu rapi, gayung yang mengular menandakan antrian santri yang belum mendapat giliran mandi. Sebelumnya, santri-santri dalam satu kamar mandi akan membuka suatu acara semacam arisan untuk menentukan antrian mandi dari yang pertama hingga terakhir, dapat dipastikan Janggan tak mengambil giliran mengocok, jadilah nomor terakhir yang akan ia dapat. Sembilan!. Mungkin baru selepas Maghrib ia akan mendapat giliran, dengan air di bak sudah menyentuh dasar bak kamar mandi.
Wahid,...... isnain,.....tsalasa8...” corong TOA menggema di sudut-sudut senja. Bukan bagian dari pelajaran berhitung dalam bahasa arab, ini adalah “ancaman” untuk segera bergegas menuju masjid yang dikelilingi los kamar-kamar asrama. Santri berlarian sana-sini, yang masih wuhdlu segera belepotan dengan kegelisahan, tak terkecuali Janggan, tak ada trik lain untuk mandi secara instan, hanya terkadang ustad yang baik padanya mengizinkan ia mandi di kamar mandi pribadi ustad. Tapi sore ini tidak, kamar mandi itu terkunci dari dalam.  
“’...Tis’ah.....wal akhir... asarah9...!” Janggan sudah melewati pintu masuk tepat ada hitungan terakhir.
“E.. e.. e...” terlambat, sepertinya ada tarikan pada baju kokonya dari belakang.
Ana tidak telat akhil kabir10.. “
Tujuh orang mujannib11 yang ia sudah pasti hafal siapa saja, bisa dipastikan menebar pandangan mengancam. Ya, selalu ada konsekuensi dari aturan kedisiplinan yang kita langgar. Termasuk sebelumnya di sekolah, kalaupun ia merasa berat dengan undang-undang tak tertulis ini, toh pondok tak pernah memaksa ia tetap tinggal, justru hal inilah yang menjadi ganjalan hatinya untuk berontak. Pergi kemana?, sekolah dimana lagi?. Tak ada jawaban kecuali kosong.
“Iya, mana mushaf antum?” Sumarito, salah satu dari mereka yang paling tegas dengan tatapannya.
“Ini akh.” Janggan menunjuk saku.
“Kenapa antum tidak pakai sarung!?”  
 Janggan baru sadar ketika hanya celana panjang seragam sekolah tadi yang ia lihat.
“Tidak, masyaAllah, terburu-buru ini menghancurkan segalanya, berbuah buruk. pastilah sajadah terlipat mendaratkan panas di punggungnya.” Pikirnya.
“Tidak akh, celana ana masih suci, toh memakai sarung juga bukan kewajiaban dari syariat islam, kanjeng Nabi tak pernah mencontohkannya, lagi pula, kalau antum selalu membuat kami selalu dalam tekanan, bahkan ana pun tak bisa berfikir logis dalam kegelisahan.” Tentu saja ia mengatakannya dengan menunduk.
“Lancang sekali antum! ....Buuuk!” Sajadah terlipat itu benar mendarat di pinggangnya.
“Cepat ganti sarung dan segera kembali.. satu menit!” tekanan jilid selanjutnya.
Janggan masih melenggang santai sebelum pekikan untuk lari dari mujannib lain.
Segera kembali sebelum satu menit terlewat adalah ide yang bagus. Tak terbayang orang-orang perfeksionis ini akan menambah hukuman.
Janggan, dengan nafas memburu segera menghadap, tatapan dingin yang ia dapat. Satu gerakan tangan mengarah ke mikrofon.
“Satu juz. Cepat!”
“Tapi Akh...” ide buruk untuk menolak, tapi ia masih bersikukuh.
Tatapan lebih dingin lah yang ia dapat. Ia tak perduli.
“Kenapa justru sunnah Kanjeng Nabi yang kita dianjurkan membaca Al-Qur’an justru dijadikan sebagai objek hukuman?. “
“Satu juz setengah!” malah ini tambahan hukuman  yang diterimanya.
“Tapi akh, kenapa selalu senioritas mem.. “
“Tak usah mendebat!. Dua juz!, tanpa komplain!” bentak Sumarito.
Janggan sadar melanjutkan ketidak puasannya, lagi-lagi hanya akan menambah hukumannya. Ya, membaca Al-Qur’an sebagai hukuman. Buruk.
Matahari berlabuh dipusara lengkung langit barat; Janggan baru separuh perjalanan. Sisanya akan ia bayar maghrib selanjutnya, karena setelah dzikir ba’da shalat ia segera menemui musyrifnya12, wali kelasnya di asrama yang seperti biasa menyampaikan pelajaran tahsin, tafsir, atau qiro’ah saja. Terkadang juga diselingi dengan mukhadatsah, percakapan dengan bahasa arab atau inggris.
Namun toh semua tidak selalu sama seperti sebelumnya, malam itu tidak ada pelajaran maghrib baginya seorang, Ustad Sukmono, musyrifnya memintanya segera menemui pamong asrama. Ustad Isra’, pria dengan gelar “Cubitan maut” yang tak lain adalah bagian Kedisiplinan Siswa yang berurusan dengannya siang tadi, jadilah dipikirannya mungkin kelanjutan masalah tadi siang. Tapi masak iya hanya gara-gara pesawat-pesawatan itu ia harus menerima cobaan selanjutnya, lututnya sudah lemas tak bersendi. Kalaupun harus berurusan dengan yang begitu-begitu, ia pilih mundur.
Ia mengucap salam, mengetuk pintu ruang tengah rumah beliau yang hanya dipisah tembok tipis dengan mushola, yang memanggil sudah duduk di kursi panjang dari kayu di sudut ruangan. Menyisakan tempat kosong di sampingnya, tangan dinginnya menepuk-nepuk pelan badan kursi, meminta Janggan untuk duduk di sampingnya. Pria Padang ini terlihat menahan sesuatu, bukan marah kali ini, Janggan menerjemahkannya lebih pada, “ia sedang kesulitan berkata-kata”, sepertinya hendak memilah kata demi kata untuk di lompatkan dari bibir hitamnya. Janggan mencium tangannya.
“Janggan,..” kali ini parau. Ia menyentuh punggungku.
“Nenek sakit keras. Kau diminta segera pulang. Ini tiket kereta berangkatlah pagi-pagi ke stasiun, teman ustad sudah menunggu disana. Segera berkemas, dan jangan lupa berpamitan pada teman-teman kau.” Logatnya akrab di telinga, agaknya ustad sadar betul ada kemungkinan aku tak akan kembali lagi.
Syukron Us, terima kasih.” Janggan membungkuk segera tau kalau percakapan  telah usai dan waktunya sudah tiba. Ia meraih pintu.
“Sebentar. Kemari nak..” ia menggapai lengan Janggan memasukkan amplop ke telapak tangan Janggan. Segera dilanjut dengan kalimat sakti yang tak kan pernah ia lupakan.
“Untuk perjalanan, terimalah. Kembalilah kemari.”
Janggan mengangguk pelan. Mulai melangkah.
“Sabar. Jangan pernah menangis. Bukakah nenek pernah bilang begitu?”
Belum selesai Janggan menutup pintu dari luar, Janggan sudah sesenggukan. Ia ingat betul itu kata-kata dalam surat pertama dari neneknya, karena tak bisa mengantar ke pondok di kota tua ini, dan ustad telah membacanya.
Janggan berlari diatas kaki kecilnya menyusuri lorong dan beranda asrama. Suara lantai tua membahana memenuhi langit-langit teras, memancing perhatian santri lainnya di sebrang lapangan. Sama. Mereka belajar.
Sudah subuh dan sudah berpamitan pada semua. Ia bergegas meluncur ke stasiun dengan minibus, neneknya mungkin sudah tak punya waktu untuk menunggunya. Kabarnya sudah berkali-kali menyebut-nyebut namanya. Dua hari, tidak kurang bahkan bisa lebih perjalanannya. Bisa jadi perjalanan jauhnya yang terakhir. Janggan coba menikmati jalan-jalan di kota tua ini dengan seksama dari jendela bus.
Benar, kereta berangkat pagi sekali. Seperti biasa, kereta selalu ramai penuh sesak. Dan sepanjang jalan, yang ada dalam pikirnya hanya dua hal, neneknya, dan lagi-lagi, pesawatnya. bagaimana mungkin beda kecepatan angin diatas dan di bawah sayapnya bisa menaik dan turunkan pesawat lewat tekanan?, bahkan membuatnya mengambang, diam di antara awan-awan. Itu lagi. Ah, toh dia belum pernah naik pewawat betulan. Belum bisa menghayati cukup dengan pesawat kertasnya. Sesekali juga ia membayangkan terbang naik pesawat menjemput neneknya, pasti akan lebih cepat. Hanya satu atau dua jam saja. Ia tak perduli dengan jalannya kereta, entah membelah bukit, menembus terowongan atau melintasi persawahan. Baginya tidak keren, kagumnya hanya pada pesawat, kereta mengular ini tak lebih dari cerita teknologi abad 19, revolusi industri yang telat diadopsi ke bangsanya. Walaupun semilir angin kencang menerpa wajahnya, toh tak pernah mendinginkan kepalanya dari semua tanda tanya. Malah suara gesekan rel dengan roda besi kereta dengan frekuensi tinggi mengganggu dengan gelombang suara tertentu. Empat jam setelah ini, ia akan naik kapal, memotong selat. Di genggamnya buku cerita Wright bersaudara. Lusuh. Kusut masai. Sudah tak terhitung berapa kali ia membacanya.           
Dan deru kereta menguapkan senja. Matanya belum sempat terpejam bahkan ketika lelahnya telah berkumpul di bawah pelupuk mata. Berdiri di depan gapura kampungnya. Berhari-hari terombang-ambing ombak membuatnya sedikit oleng. Terlihat dari sudut tikungan perempatan, rumah neneknya, satu-satunya yang terlihat layaknya bangunan di keliling kuburan yang mulai rapat ujung kampung.
Sepi sudah. Hanya bersisa tenda dan beberapa sanak saudara dari Paman dan Bibi  jauh.
Janggan segera berlari di tengah olengnya, dua kardus tanggung dan ransel di punggung tak ia hiraukan. Memuaskan pertanyaan “ada apa gerangan yang terjadi?” adalah alasan satu-satunya yang paling tepat .
Bibi berlari kearahnya dan memeluknya erat. Erat sekali.
“Nenek telah pergi sehari yang lalu, Wawak13 dan keluarga tak mungkin harus menunggu abang kembali.”
Janggan melepas pelukan bibi pelan, lari bak dikejar beruk, menyongsong kebelakang, mencari tanah baru menggunduk.
Ketemu. Ia bersimpuh di depan pusara wanita satu-satunya yang membesarkan ia, yang kini telah pergi.
Ia berdiri diatas lutut, memeluk nisan.
“Nek, Janggan gak nangis kok nek.” Ia menyeka matanya. Remuk sudah hatinya.
“Janggan bahkan belum mandi, belum tidur juga tau nek, kok nenek malah pergi duluan..”
Ia membalikkan badan, bersungut-sungut menahan air matanya yang kian deras. Menghirup lagi lendir ingusnya, segera balik badan lagi.
“Lagian Janggan udah tau kok nek, kenapa kata nenek kalau Janggan mau terbang, Janggan harus jadi bagian dari angin.”
“Nih, pesawat-pesawatan Janggan yang ngasih tau semua.”
“Coba saja Janggan pulang naik pesawat, pasti janggan bisa datang lebih awal. Nenek pasti suka kan janggan pulang, jadi nenek nggak sedih lagi, nggak sakit lagi.”
“Janggan salah apa sih nek, Janggan tau Janggan ngeyelan, Janggan sering dihukum, tapi kan.. “ Janggan terdiam lama.
“Nek, maafin Janggan ya nek, nenek mau kan maafin Janggan?.”    
Kali ini sudah tak bisa ia tahan. Ia memeluk pusara neneknya mendekapnya penuh kasih, meringkuk dibawah senja yang mulai melengkungkan bianglala.                





Bandarlampung, 1 Maret 2012
Fauzisar El-Lambunjiy






foot note :
1. Maaf, dalam bahasa arab.
2. Saya, dalam bahasa arab.
3. Anakku, dalam bahasa arab.
4. Kamu (halus), dalam bahasa arab.
5. Menerima, , dalam bahasa jawa.
6. Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Prinsip ini diambil dari nama ilmuwan Belanda/Swiss yang bernama Daniel Bernoulli.
7. Menghafalah Al-qur'an.
8. Satu.. dua,.. tiga, dalam bahasa arab.
9. Sembilan.. dan terakhir, sepuluh, dalam bahasa arab.
10. Kakak tua/ kakak tingkat, dalam bahasa arab.
11. Pendamping dalam satu kamar dalam sebuah asrama, bertanggung jawab atas adik-adiknya dalam satu lingkup kamar.
12. Wali kelas di luar sekolah, bertanggung jawab atas anak didiknya dalam satu kelas di asrama.
13. Bibi, dalam bahasa Lampung.




Wednesday, March 14, 2012

Masalah itu ibarat cucian!


Assalamualaikum... salam sejahtera sob..


Minggu ini gue dapet sosok guru yang mengagumkan. , dosen ding,  jarang2 ada dosen kaya begitu lho, , . ckckc. Baeeeek... baget. Dosen Matdas 2, Bu Nurhanurawati. Sangking  baeknya ni, temen yang belum bisa ngerjain soal integral tu, diajarin di depan, pelan-pelan banget dengan telaten dia ngajarin kaya kembali di SMA rasa2nya dah, ckckc.. merasa kagum dengan tingkah si dosen ini, akhirnya gue berinisiatip buat nulis ni tulisan (ape hubungannye?)..
Awalnnya begini, gue lagi ol-an di tengah kuliahnya dia(dan ini biasanya gue lakukan di setiap mata kuliah yang “aman” menurut gue), so, selalu, singgasana tempat gue duduk selalu di belakang, Cuma kadang2 aja di depan, kalo kepaksa, ya, buat gue itu cukup idealis buwat gue, kenapa? . Karena gue pikir di duduk depan tu cakupan pandangannya g luas, coba lo bayangin pas lo tanya, dan lo ada di depan, maka orang di belakang lo akan otomatis udah bisa ngelihat lo, tapi laen cerita kalok lo di belakang, orang2 di depan lo akan nengok ke arah lo, dan gue suka itu.hahaha. .
Ya, gue lagi ol dan lagi banyak bahasan di banyak surat kabar online, banyak kasus suicede alias bunuh diri belakangan ini. Aneh?. Tidak-sama-sekali. ini fenomena lama. Ah.. lagu lama, depresi,à  bunuh diri. tersinggungà bunuh diri. diejekà bunuh diri. g bisa bayar utangà bunuh diri. bahkan yang paling parah nih, telat kuliah, diusir dosenà bunuh diri.  dst dst. banyak faktornya, ada yang karena faktor genetik (nah gue baru tau ni, sumpah, ternyata ada gen2 dalam diri kita yang kita bawa dari nyeprot lahiran, “ngajak” kita untuk bunuh diri), masalah sekolah, masalah keluarga, keuangan, sosial yang pokoknya banyak menimbulkan depresi atau menimbulkan tekanan-tekanan tertentu yang membawa kita ke arah gerbang bunuh diri. Nah, takutnya gue nih, ntar, orang yang mau bunuh diri (kan lagi nge-trend ni) alasannya Cuma satu... apa?. ISENG. Iya gue ntar tanya “men, ngapain lo mau bunuh diri?” (ceritanya ni si Emen gagal bunuh diri gara2 kepleset, dan malah nyonyor bibirnya nyium kursi, g jadi deh. Karena die pikir gak keren mati dalam keadaan ndoer,..haha)
“g men, gue iseng aja, pengen tau, gimana sih rasanya orang bunuh diri?. Katanya kan lagi trend.”(masa gue dipanggil “men“ juga)
“nah parah ni anak.” Ujar gue dalem hati.
Awalnya gue kagum, beneran lho, orang bunuh diri itu gue pikir ‘keren’ ,  lho gimana enggak, mereka   berani menempuh jalan yang mereka belum tau jalan yang akan mereka tempuh, “setelah mati, gue kemana?” surga?, Neraka?, reinkarnasi?, itu semua kan jalan yang belum kita tau secara real, belon bisa kita nalar lewat penjelasan ilmiah. Dan orang yang bunuh diri ini berani melibas itu semua, menerjang  jalan  yang masih abu2, die aja g tau mau kemana setelah itu, coba bandingin ma jalan hidup yang asih pasti2 aja, . .
artinya, mereka berani mati tapi, kenapa  gak berani untuk hidup?. Padahal hidup kan punya peraturan yg jelas. Kenapa mereka malah memilih ketidakjelasan?
Bayak orang yang bunuh diri sebenarnya hanya ingin menyelesaikan masalahnya, kata2 seperti “gue udah gak tahan lagi!” dan kawan2nya, jadi sebenarnya mencerminkan bahwa dia pengen lepas dari masalah ini, tapi entah karena apa jalan bunuh diri yang terlintas dipikirannya. Banyak penelitian dari para psikolog hanya dapat menjawab pertanyaan alasan mengapa si A bunuh diri, apa motifnya dsb. Tapi belum menyentuh pada pernyataan kenapa “pikiran” bunuh diri itu bisa-bisanya  terlintas di pikiran si A tadi, karena bisa saja si A ini bunuh diri padahal hari sebelumnya dia sangat ceria sekali  dan sama sekali tidak mengindikasikan dia akan bunuh diri. Jadi penjelasan para psikolog belum bisa menjawab “bagaimana kita bisa membedakan si A akan bunuh diri ketimbang si B?”. Dengan kondisi yang saya terangkan diatas.
Saya gambarkan orang dalam posisi “hampir-hampir” bunuh diri, seperti garis bilangan. Posisinya sedang terkena masalah, dalam posisi -9 (karena dia down, juga rugi), maka dengan munculnya itikad untuk bunuh diri ia berharap nilainya akan kembali pada angka 0 yang justru lebih baik dari -9, kalaupun bertambah menjadi -10 maka ia sudah sama sekali tidak merasakannya (karena die bakal mati. #catatan : kalo rencana bunuh dirnya gak gagal), karena beranggapan bahwa kisah hidupnya, ibarat film dalam televisi, ketiika tombol off sudah di pencet, hilang sudah lanjutan film itu, seburuk apapun kondisi yang menerpa pemain utamanya, itu sebenarnya mungkin yang dipikirkan orang yang hendak bunuh diri. Tapi harus kita sadari bahwa hidup bukanlah garis bilangan ataupun film dalam televisi, tidak bisa sesederhana itu (it’s not that simple), bagi saya ketika saya menemui masalah, saya mengibaratkannya sebagai cucuian;  piring, baju DLSB. Semakin banyak masalah yang ada, semakin lama kita menundanya, maka masalah akan datang(ini tidak bisa dipungkiri) terus menerus dan akan menumpuk, layaknya cucian gue(balik lagi ke Gue2 an. :D) lantas akan semakin bau, bau dan bau berkali-kali hehehe..
Jadi, intinya, bagaimana kita dealing with this situation?, bagaimana mencegahnya (tentu saja, karena korban bunuh diri tidak bisa diobati), saya akan coba berfikir dulu, tunggu di tulisan saya selanjutnya y... g, bercanda, soalnya gini sob, masalah ilmu dari psikologi belum bisa menyelesaikan kasus (kalo gue si, ini gue anggap kasus) ini, kenyataannya sob, dunia psikolog secara halus me-monggo-kan orang yang mau bunuh diri kalau itu yang mereka mau,(parah kan?) dan berfikir itu lebih baik bagi calon bunuh diri yang selanjutnya disebut CABURI, yang jelas kita harus mengidentifikasi dulu “kenapa mereka bunuh diri?”, kemudian baru, saya akan membahas alam kematian yang  banyak dilupakan orang, karena pada dasarnya, agama ‘agaknya’ dijauhi untuk menjadi rujukan menjawab pertanyaan “kemana kita setelah mati?” karena masalah objektifitas(katanya). Berikut saya kutip pernyataan yang bagus berkaitan dengan tulisan saya ini :
“Mereka lupa atau pura pura bodoh bahwa alam sesudah mati tidak mungkin diteliti dengan menggunakan metoda ilmiah melalui eksperimen dan pembuktian. Padahal mereka tahu bahwa dalam banyak hal eksperimen hanya menempati porsi yang sangat kecil dalam pembuktian ilmiah. Yang paling banyak dipakai dalam menyusun sebuah teori ilmiah adalah justru logika, analogi, dan argumentasi.
Kesalahan yang paling tidak mereka sadari adalah ketika mereka menerima data atau informasi hanya dari hasil eksperimen. Padahal sangat banyak sumber data lain yang bisa diolah untuk memperkuat teori yang akan dibangun.

Informasi mengenai kematian hanya terdapat dalam buku buku agama. Beberapa Ilmuwan secara arif memasukkan informasi dari buku agama tersebut sebagai sumber tambahan ataupun sebagai pembanding.  Karena eksperimen tak bisa dilakukan maka dalam masalah alam kematian ini, sumber informasi dari buku agama tersebut bukan lagi berfungsi sebagai bahan tambahan ataupun pembanding melainkan menjadi sumber informasi utama.

Tetapi bukankah buku agama itu banyak macamnya dan memberikan informasi yang satu sama lain berbeda?

Memang benar banyak orang meninggalkan sumber agama karena alasan itu, tetapi Tuhan menciptakan manusia dilengkapi dengan akal pikiran. Dan beberapa orang yang berfikir lebih cepat segera menggunakan akal pikiran tersebut untuk meneliti semua naskah agama yang saling berbeda itu.

Penelitian yang dilakukan adalah mengenai Otentisitas, Originalitas naskah / buku agama tersebut kemudian menyimpulkan argumentasi terbaik yang diberikan buku buku agama tersebut. Beberapa penelitian yang dilakukan mengerucut pada tiga kitab suci terbesar yaitu Taurat, Bible dan Al Quran. Dan dalam banyak penelitian dan diskusi pemikiran yang berkembang adalah bahwa dari ketiganya yang paling bisa dijadikan pegangan adalah Quran. Meskipun bukan berarti Taurat dan Bible tidak memuat informasi yang dibutuhkan. Namun dari segi konsistensi logika, kesesuaian dengan sains modern serta keaslian teks memang diakui bahwa Al Quran menempati urutan pertama.
Dan inilah hasilnya:
Bunuh Diri = Berpindah Menuju Kondisi Yang Jauh Lebih Berat Dan Lebih Panjang Masanya

Ketika orang mengetahui bahwa bunuh diri bukan berarti off sebagaimana televisi maka dia akan bertanya lebih lanjut,"Lantas apa yang dialami manusia setelah mati?"

Orang mati akan hidup di alam kubur sampai hari menghadap Tuhan yang menciptakan manusia. Orang yang mengikuti aturan aturan Tuhan dalam Quran pasti mendapati hidup yang baik pasca kematiannya, dan orang yang melupakan Tuhannya pasti mendapatkan kesengsaraan berlipat lipat dalam waktu yang lama baik di alam kubur maupun di neraka.

Bunuh diri berarti berpindah dari alam dunia yang masih bisa kita perbaiki ke alam yang di dalamnya tidak lagi ada waktu untuk bertobat memperbaiki diri.
Bunuh diri berarti membuang kesempatan umur untuk memperbaiki diri (bertobat) yang masih diberikan tuhan
Alam kubur dan neraka adalah tempat paling buruk yang menyengsarakan tanpa bisa diperbaiki.
Seperti itulah yang diinformasikan oleh Al Quran mengenai hidup sesudah mati
Jika pengertian ini dipahami oleh setiap orang maka tidak akan mungkin muncul keinginan untuk mati. Orang akan berpikir,... setidaknya selama masih hidup kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri. sebab kalau sudah mati kesempatan itu tak ada lagi. Seberat apapun kondisi seseorang di dunia, itu masih lebih baik ketimbang mati karena di dunia masih ada kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. Bagi yang sudah baik bisa lebih baik lagi, bagi yang belum baik bisa berubah menjadi baik.

Dalam Quran Allah menyediakan ampunan bagi siapa saja yang mau memohon ampun dan memperbaiki diri. tidak peduli seberapapun besarnya kesalahan orang itu.
Jadi tidak perduli siapa anda, berapa umur anda dan berapa banyak anak yang anda punya(lho), kalau masih terlintas  pikiran2 “jorok” untuk bunuh diri, maka segeralah......
Segerakanlah, untuk bertobat dan  berkeyakinana untuk memperbaiki semua kesalahan kalian, ingat pesan saya tentang cucian, eh.. maksud saya tentang tidak ada sakit yang tidak ada obatnya, tidak ada masalah yang tidak ada penyelesaiannya titik( O, maksud saya) (.)
Wassalamualaikum.
Sekian, dan terima kasih. 

Saturday, March 3, 2012

Pidato tentang Narkoba : belum slesai tapi yang make udah jadi juara

Assalamualaikum Wr. Wb.
Melihat keadaan moral masyarakat belakangan ini, kejahatan, kekerasan bahkan kebrutalan yang terangkum dalam setiap tindak kejahatan yang kita lihat di televisi kita sehari-hari, belum selesai kasus Afriyani susanti yang menjadi terkenal gara2 narkoba.. temen2 mau gak terkenal kaya dia? Atau malah jangan2 gak tau siapa ariyani susanti.. itu lho, yang heboh karena kecelakaan, dialah tersangkanya yang menelan 9 orang meninggal.. belum lagi yang luka luka, kalau liyat video ya..hii.. ngeri. ..
Kalau mbahas tentang narkoba nih temen2.. banyak baget sumber yang beisa kita gali, mulai dari Al-Quran ataupun hadist, kesehatan, bahkan dari jaman jadul ni, nenek moyang kita sudah mengenal  istilah dalam menamai  5 sumber kejahatan, kerusakan, dan kehancuran moral masyarakat.. mo limo kalau temen2 tau.. salah satunya Mabook!!
Kenapa mabuk atau kehilangan kesadaran sangat dekat dengan narkoba, psikotropika atau jenis2 obat2an lainnya yang berbahaya jika dikonsumsi secara luas?, .Jawabannya bisa ditilik dari segi kesehata nih temen2, dokter manapun di dunia ini jelas, pasti, mesti dan insyallah,. Akan setuju dan melarangnya untuk digunakan dalam dosis tertentu atau tidak atas persetujuan dokter,. Menyerang sistem syaraf dan kekebalan tubuh, mengurangi nafsu makan, menimbulkan sifat kecanduan dan adiktif.
Efeknya pada tindak kejahatan gak maen2 sob... merusak kerja otak,..  dan ketika datang masa kecanduan itu, maka si korban akan mencari ntah bagaimanapun cara untuk memuaskan usahanya..
Mari kita tilik melalui sumber lain, dalam al-quran dijelaskan,
“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram.” Begitu dalam sebuah hadist Rasulullah dijelaskan, jadi dalam bentuk apapun, yang bersifat memabukkan, maka bisa dikategorikan sebagai khamr.
 219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." (al-Baqarah : 219)
Proses pengharaman khamer
43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (annisa; 43)
90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (al-Maidah: 90)
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (al-Maidah: 91)

Thursday, March 1, 2012

Jadilah Bagian Dari Angin!


Assalamualaikum sahabat semua. .
Pengalaman, ibrah, ini saya dapatkan ketika beberapa hari yang lalu gue (agak asing si dengan kata ganti satu ini..tak apalah udah biasa sekarang) ngajar anak2 TPA/TKA, taman pendidikan Qur’an bagi nyang belum tau, gue muslim, dan ya, nyaman dengan semua itu, pernah gue sampaiin gue tinggal di kosan paling luas di Bandar lampung, Al-Wasi’i, Masjid kampus yang akrab baget ame nama gue. Nah, critanya sore itu anak2 yang udah mem-bebek di belakang gue pas gue jalan,  mereka minta abi ( mereka manggil gue bapak(dalam bahasa arab)), nah, emang gue bapak loe?” ,  haha, g bukan itu maksud gue.

"Hey,  @aam, @rafli, @difa dlsb, (kaya di twitter aja), abi mau ngerjain tugas kuliah, abi belum meet 'n greet ama fans, ntar jam tuju malem mau manggung, dst dst." Gue sampe’in semua alasan gue.  Buruknya, mereka maksa. Ya. Oke.. gue layani,.. haha.. akhirnya qita mulai tu ngaji baek2.. gue mulia dengan basa- basi tingkat dewa, gwe tanya,.
“Apa kabar adek2?”
Dan dengan koor yang amazing menutut  gue(karena merek udah apal sih),
Alhamdulillah, luar biasa, sukses akhirat, genggam dunia, Allahhu Akbar!” gue klepek2,,gua di buat malu seketika, kaya di telanjangi tau ga lo,, gue yang kadang ngeluh, kadang apa ya., spiritless.. dkk ..
 nah ni anak2 sekecil gini, mantep banget jawabnye (tau sendiri lah, anak2 klo lg njawab yang kaya gini, di kenceng2in, apalagi mereka anak2 terminal, tiap hari tereak, “bang2.. koran bang, tissue bang, rokok bang, aqua bang “ gitu..).. ckck , salut dah. 
Gue jadi mikir. Kayaknya dulu gue g sekeren ini deh,. Haha,, gua kurus kering, cacingan, ngupilan, berangkat ngaji naek kebo dulu, nyebrang sawah,, nyebrang kali.. haha.. becanda2,. Tapi beneran. Gue jadi mikir kadang kita yang tua2 ini perlu ambil pelajaran dari mereka (gwe rekomendasiin lo baca buku : “celoteh anak”) beneran dengan kepolosan mereka kadang bisa menjadi cermin yang baik untuk mengoreksi diri kita, mengambil pelajaran, DLSB(dan lain sebagainya).
Gue jadi ber-andai2, coba gue bisa kaya mereka, kembali lagi jadi anak kecil tapi punya isi otak sekarang, wah bisa dianggap jenius gue.. haha.. ya kan? Bayangin anak sekecil itu udah bisa MS. WORD, haha.. (adek lo aja udah bisa kali ve.. hho). 
Beneran sob, kadang gue malu ama diri sendiri, mereka udah sibuk berkelahi dengan waktu(lagunya om Iwan), pagi2 sarapan koran( apa?, Emg die pagi2 jarang sarapan sob, suatu kali pernah gue tanya.) udah sore tuh die keasikan maen bola, sedangkan sisa koran jualannya masih banyak.
“udah makan belum Cok (namenye Ucok), ?”
“belum bi, baru roti tadi dkasih Abi Takin”
“ye, itu mah sama aja cok, “ gue jitak tu anak (jitaknya halus kok, pake hati, tekanan, momentum, dan gaya geseknya udah gue atur selembut mungkin, ingat! Jangan lapor kak(ek) Seto, die udah capek sob. Hhhoo..

 Mereka nganggepnya belum makan nasi tu belum makan,  haha. Padahal tadi,rotinya segede bantal.
Gue malu sama diri sendiri kenapa mereka bisa sebebas itu, se-enak gitu, se-legowo  itu sedangkan gue lihat orang2 disekitar gue g gak bisa, kadang masih susah. Gue contohnya, kadang masih suka ngeluh, apalagi protes. Artinya apa?, ada sesuatu dari mereka yang harusnya kita tanya, kita cari apa itu kan?. Pasti ada yang salah atau yang bedhha? Dan Kitha harus chari thau (nada ala bujang galau).

 Mereka polos men, banyak hal yang mungkin belum mengganggu tidur mereka, belum bikin sakit perut malem2 sampe g bisa tidur, dan sodara2nya..
Gue jadi mikir juga, bahwa mereka belum kenal nyang namanya sensi, ((well lo mungkin tanya ke gwe (dengan wajah sinis)"DIFENE SENSI!":  sensi itu men, keaadaan dimana lo mudah tersinggung dengan keberadaan oranglain, tingkah lakunya, bukan emg  lo lagi M atau lagi masa2 remaja (karna emang lo remajanya terlalu lama, jadi jatah sensinya terlalu lama juga, gwe g tau). Yang jelas bayak hal yang biikin lo gampang banget tersinggung tanpa alasan yang jelas (krna lo belum selidiki juga), susah menertawakan hidup. Dan justru lebih susah ngambil pelajaran dari hidup”)). (panjang ya... ) ya yang yang level sensinya udah dewa kaya kita2. . . udah yang mulai punya kepentingan pribadi dan kelompok, firqah atawa golongan tertentu.
Bener kata @Pandji Pragiwaksono nyang gua kira die orang nasrani sebelumnya, ternyata bukan. die bilang di Stand Up Comedy,  “orang2 kita, orang indonesia itu gampang banget sensi, terlalu sibuk dengan perbedaan2, ribut untuk saling curiga mencurigai, makanya susah banget untuk bersatu, “.kayaknya baru kalo ada ni, negara laen yang iseng ngambil pulau kita lah, ngapain budaya kita lah, baru, sok2 bersatu satu suara.
Contohnya ketika ni misalnya tante kita masakin maeman bwt kita.
“enak gak masakan Tante? “
“enak tan, tapi..... “
“tapi apa, ah, .. kamu ga tau ya. Itu bikinnya susah tau,,. Tante ampek  kecemplung  becek2.an di pasar, kringetan masaknya, kecipratan minyak.. apalah itula... “
Padahal belum selesai  gue bilang tapi..
Atau gini dosen lo ni.. lagaknya di akhir semester minta kesan dan pesan, saran dan kritik dengan lisan. . gue diminta ngasih kritik..sama kasusnya, gampang banget dia sensi, padahal belum bilang tapi apa.. tapi udah ngancem2 nilai lah, apalah,, .parah.

Gini, ada teman “special” gue yang ya, kasusnya juga sama, sensi ketika gue mulai menyinggung ke ranah yang abu2, ijo-merah,  kadang Cuma gara2 beda dikit, kayaknya beda itu bisa  jadi jurang besar yang misahin kita. Aneh yang emang, coba deh inget2 siapa tau lo juga ngalamin hal yang sama. Gini entah ini mungkin efek dari doktrin kita kecil dulu di permainan yang sampe sekarang masih ada di koran hari minggu. Nama permainannya adalah “carilah 5 perbedaan”.
Jadi mungkin gara2 efek spillover dari itu kita jadi gampang baget liat perbedaan masing2 kita, its oke ketika tu perbedaan bisa kita ambil pelajarannya, kita bisa saling memahami, toleransi, dlsb dlsb. . tapi itu semua jadi gampang bikin kita pecah. Syariatnya sama, suruh solat, tapi beda gerakan dikit aj, jadi bisa jadi beda aliran, perang. Atau apalah. pusing gue(padahal bukan presiden, gue ni. daripada gpusing, mending bikin album ah.. :D).
Bener kita ini terlalu sensi sehingga entah kenapa kita cenderung buta akan kesamaan2 yang justru lebih banyak yang kita punya. Jujur, gua punya banyak temen,(ada komanya ya) wanita, homo, nasrani, atau hindu yang jelas2 itu beda, dalam bingkai tertentu, tapi ga ada masalah dalam hal2 kecil yang kita bikin2 besar kaya gini. Terlalu lama kita berkubang dalam perbedaan2 itu, kecurigaan, dlsb dan itu membuat kita lama untuk bersatu.  
Bener kata nenek gue: “kalo lo mau terbang, lo harus jadi bagian dari angin” (dalem, dan gaul kan kata2 nenek gue, gue bikin sendiri lho nenek gwe itu, pake tanah liat. . gua penyet2, gue bentuk,. Hahaa..

Udah intinya gini ada filosofi yang akhir2 ini gue temuin dalam penghayatan yang lama, gue nginep dulu di mesjid, gue ngosek WC masjid dulu, baru ni filosofi nyantol, gara2 gue nulis cerpen. Judulnya pesawat2 kertas, gue dulu bingung (bukan kata lain dari benci. :D) dengan fisika, terutama ni sisanya yang gue suka dari fisika.
Gue sertakan juga gambarnya, ni. .ini gamabar sayap pesawat dari samping..
Walaupun belum sekalipun gue naek pesawat yang terbang, kalo di musium udah berkali2 sob, gue naikin. Hhoo. Dulu waktu kecil hobi banget maen ni pesawat2an, jadi kalo ada lomba bikin pesawa2an kertas tercepat, weh, gue juaranya, haha.. 
gini, gue jelasin.
Kenapa tu pesawat bisa nerbangin berat berton2 dengan ratusan penumpang, dan bisa terbang tu. Ya gak?
Soalnya gini sob: Bagian atas sayap melengkung, sehingga kecepatan udara di atas sayap (v2) lebih besar daripada kecepatan udara di bawah sayap (v1) hal ini menyebabkan tekanan udara dari atas sayap (P2) lebih kecil daripada tekanan udara dari bawah sayap (P1), sehingga gaya dari bawah (F1) lebih besar daripada gaya dari atas (F2) maka timbullah gaya angkat pesawat.

Oya tambahan, di ujung sayap itu ada semacam selaput yang bisa di gerakan ke atas dan kebawah (tu di gambar, elevator),
Itulah yang membelokkan kecepatan angin, membuat panjang lintasan angin lebih panjang, misalnya pas kita mau naek, maka (hati2 gue dulu salah paham, so baca ati2) si elevator ini akan bengkok ke atas, bukan bawah, dulu pengalaman bikin pesawat (kertas), gitu sob, dan ternyata bener, angin dapat halangan, katakanlah ini semacam cobaan, masalah, bagi angin, tapi justru ia bergerak semakin cepat, karena ketika angin terbagi dua di sayap atas dan bawah pesawat, dalam keadaan apapun, mereka akan ketemu di ujung sayap berbarengan, artinya walaupun lintasannya salah satu sisi lebih jauh, maka jatuhnya akan ia usahakan sama, dan karena itulah pesawat bisa terbang, dengan gaya angkat keatas sayap. Karena tekanan di atas pesawat lebih kecil.

Jadi ketika kita ada masalah, seharusnya bukan melambat, tapi justru niatkan itu menjadikan anda better than before, bergerak lebih cepat dengan tekanan yang ringan, maka ada akan terbang, tidak perduli halangan apa di depan anda, seharusnya dengan merujuk pada hukum Bernoulli ini bisa banyak kita ambil pelajaran. Jadilah bagian dari angin!, itulah kenapa bentuk pesawat dibuat se aerodinamis mungkin, ga ada kan pesawat bentuknya balok?. Yaiyalah, ntar dikira bis lagi. Hhhoo.
Ini kenapa dari anak2 malah ke pesawat ya,.. berat-berantakan tau ve.. (ya.. maafkan saya, avetarian juga manusia.. hahaa).
Udahan ah, gue g bisa berhenti ntar malah,. Kalo udah laper, baru... kikikiki. Khis3x..
Wassalamualaikum.. .



Catatan : gue bukan anak alay yang telat ada fasenya. Salam.

Ditunggu kritik sarannya...
@avesuakanila.
Fauzisar El-Lambunjiy, 2 Maret 2012.


Visitors

BUKU TAMU

Pop up my Cbox
Powered by Blogger.

Followers